Jamaah sidang Idul
Fitri rahimakumullah.
Hari ini, 1 Syawwal 1443 H yang dikenal oleh kita semua
sebagai hari raya idul Fitri adalah hari kebahagiaan, bahagia karena meraih
kemenangan dan ketaqwaan. Sebagai seorang muslim, patutlah kita bersyukur atas
karunia Allah yang besar ini. Terlebih karena sepertinya negara tercinta ini
secara perlahan terbebas dari pandemi menjadi endemic, sehingga
kita dapat menjalankan salah satu syariatnya yakni menunaikan shalat berjamaah
di masjid. Dan semoga puasa kita dan ibadah yang lainnya adalah wujud syukur
kita di kepada Allah Swt. Seorang Muslim yang mampu merasakan bahwa menjalankan
ibadah adalah wujud syukur kepada-Nya, adalah wujud keber-Islaman yang tinggi.
Ini mengingatkan Ketika Rasul Saw di tanya para sahabat,: “Ya Rasulullah,
mengapa engkau masih melaksanakan shalat atau ibadah lainnya, padahal engkau
sudah di jamin masuk surga?” Apa jawab Rasul Saw: “Tidak bolehkan aku bersyukur
atas segala karunia tersebut?” Sebuah pertanyaan retoris yang luar biasa tinggi
pesan dan maknanya.
Maka sudah selayaknyalah kita sebagai umatnya senantiasa
bershalawat kepada-Nya sebagai bukti cinta kepadaNya, semoga dapat menjadi
wasilah untuk mendapatkan syafaatnya di hari kiamat nanti.
Jamaah Rahimakumullah
Kata Idul Fitri terdiri dari 2 kata “Id” dan “Fitri”.
‘Id artinya adalah kembali, dan fitri artinya suci. Namun dalam Bahasa Arab,
kata “fitri” ini memiliki maka khusus, dan beda dengan kata “fitrah”. Kata
“Fitri” adalah kesucian yang didapat bagi orang-orang yang telah selesai
menunaikan ibadah puasa, artinya ia sedang menikmati indahnya “berbuka”- nya,
yang tidak akan pernah dirasakan bagi seorang muslim yang tidak menjalankan
puasa. Maka, jika ia disebut hari raya. Maka ia adalah pesta bagi orang-orang
yang berpuasa. Yang tidak berpuasa, ibarat tamu yang tidak diundang.
Jamaah Rahimakumullah
Hari ini, kita kumpul di tempat yang dimuliakan Allah,
kita menjadi dimuliakan karena ketaqwaan, kita dimuliakan karena keilmuan, kita
dimuliakan karena Allah masih beri kita kesempatan untuk menjadi orang dan
bersama dalam kesalehan, kita dimuliakan karena kita berada dalam cinta kasih
sesama insan yang beriman dan hidup berkebangsaan di negara yang tercinta.
Sekali lagi patutlah bagi kita untuk senantias bersyukurlah kepada-Nya.
Kaum Muslimin Muslimat
yang berbahagia
Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita, selama
sebulan penuh kita berjibaku mengisi hari demi hari, malam demi malam dengan
penuh semangat peribadatan. Lantas, apakah kita dapat mengetahui keberhasilan
puasa kita. Lalu apakah cukup bagi kita merayakan kemenangannya dengan memakai
baju baru? Mengapa para ajaran agama menyarankan Hari Raya ini untuk memakai
serba baru?
Berkenaan dengan kebiasaan serba membaharui mulai dari
busana hingga berbenah rumah, ada sebuah mahfuzhat yang popular:
ليس العيد لمن لبس الجديد و لكنّ العيد لمن
تقوئه يزيد
Tidaklah
hari raya itu memakai pakaian baru, tapi yang disebut id adalah ketakwaan dan
ketaatannya yang kian bertambah.
Allahu akbar
walillahilhamd
Mahfuzhat ini memang memberikan kritik atas kebiasaan
umat Islam yang lebih berkonsentrasi memperbaharui busana dari ibadahnya. Namun
demikian, perintah berbusana serba baru adalah banyak pesan di dalamnya.
Ajaran agama kita banyak menyampaikan pesan dengan
menggunakan simbol. Nah, sebenarnya pakaian baru adalah simbol bahwa kita hari
ini (yang berpuasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan) menempuh hidup baru
dan serba baru, dengan keimanan dan ketakwaan baru.
Hakikatnya, orang yang menuntaskan puasa Ramadlan
sudah kembali keadaan suci, seperti aslinya. Dalam Bahasa hadis diumpamakan
“kayaumin waladathu ummuh” (seperti bayi yang baru dilahirkan). Inilah
sebenarnya ciri asal sebagai penduduk surga. Maka, seyogyanya kita saat ini
sudah layak menempati surga, karena kita aslinya adalah warga dari Surga.
Sebagaimana Rasul Saw bersabda:
كل أمتى يدخلون الجنة إلا من أبى قيل ومن يأبى يارسول الله قال ومن أطاعنى
دخل الجنة ومن عصانى فقد أبى
Artinya:
Setiap
ummatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Sahabat bertanya: Siapa yang
enggan itu ya Rasulullah? Rasul menjawab: “Barang siapa yang taat kepadaku,
maka dia masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka dia
adalah termasuk yang enggan pulang kampung menuju Surga.
Jawaban Rasul Saw ini menegaskan bahwa seyogyanya
seusai Ramadlan ini kita sebagai muslim menunjukkan perilaku sebagai ahli
surga. Inilah yang akan menjadikan bahwa kita berhasil memanen Ramadlan jika kita
untuk masa-masa ke depan menunjukkan perilaku sebagai penduduk surga.
Jamaah Rahimakumullah
Mari kita perhatikan, beberapa karakter yang terlihat
dalam satu paket ayat puasa.
Pertama: Karakter Ketaqwaan. Bahkan
takwa menjadi hasil akhir dari puasa.
Secara tegas Allah SWT memberikan penjelasan,
يا ايها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب
على الذين من قبلكم لعلكم تتقون (البقرة: ١٨٣)
Clue ayat di atas adalah “tattaqun” (taqwa). Karakter
ketaqwaan adalah sifat multi intellegensia manusia yang komplit sifat kebaikan
pada diri insan. Karakter dasar yang melekatkan sifat dan watak yang selalu adaptif,
responsif dalam ritme kehidupan yang mendamaikan dan membahagiakan. Bahasa
agama menyebutkan “imtitsal awamirihi wajtinabuh nawahihi”
Kaum Muslimin
Rahimakumullah
Karakter kedua adalah Karakter Keilmuan. Dalam lanjutan ayat
tentang puasa ramadhan, Allah melanjutkan dengan penjelasan karakter keilmuan. Hal
ini terlihat dari firman-Nya:
وأن تصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون (١٨٤)
Clue ayat di atas adalah
“ta’lamun” dengan akar kata “ilmu”, dan ayat lainnya “faman syahida minkumus
syahra falyasumhu”. Memulai puasa dan cara berpuasa harus pakai ilmu, tanpa
ilmu puasa menjadi kurang bermakna.
Ketaqwaan dan keilmuan laksana dua sisi mata uang yang
tak bisa terpisahkan, sebab ibadah tanpa pengetahuan kurang begitu berarti.
Ibadah yang dilakukan tanpa ilmu malah melahirkan pemahaman yang salah. Banyak
yang terjadi, karena semangat ibadah yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan.
Sering kita dapati, banyak sebagian dari kita yang giat mengejar yang sunnah
tapi mengorbankan yang wajib. Di sinilah, perintah menuntut ilmu didengungkan
sejak keluar kanduangan hingga sampai masuk liang lahat.
Jamaah Rahimakumullah
Karakter ketiga adalah Karakter Kesyukuran. Allah Swt. berfirman:
ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم
ولعلكم تشكرون. (البقرة: ١٨٥)
Clue ayat di atas adalah syukur. Ciri calon penduduk
surga adalah senantiasa bersyukur, karena merasa mendapatkan rahmat-Nya. “Senantiasa
bersyukur” menghadirkan sosok pribadi insan yang memiliki jiwa yang selalu
menghargai segala aneka jenis anugerah dan pemberian.
Sebaliknya, tiadanya karakter dan watak kesyukuran
pada pribadi setiap insan akan mudah menghadirkan sifat iri, dengki, cemburu,
mencari-cari kesalahan orang dan sejenisnya. Jika sikap syukur hilang pada
kepribadian insan, maka jangan pernah berharap untuk menjadi manusia yang
paripurna sempurna dalam menikmati dinamika kehidupan.
Pantaslah Sang Nabi Muhammad Saw menasihatkan:
من لم يشكر القليل لم يشكر الكثير ومن لم يشكر الناس لم يشكر الله (أو كما
قال صلى الله عليه وسلم)
Siapa
yang tak bersyukur dalam kekurangan tentu tak akan pernah mampu syukur dalam kecukupan, Siapa yang tak bisa
berterima kasih sesama manusia, dia tak akan pernah bisa bersyukur kepada Allah
Swt.
Tetaplah bersyukur atas segala keadaan, kebahagiaan
akan selalu tersemayam dalam di relung hati sanubari kita sekalian.
Allah Akhbar walillahil
hamd
Karakter keempat adalah karakter al-mursyidin yakni selalu
tercerahkan.
Allah Swt berfirman:
وإذا سألك عبادى عنى فإنى قريب أجيب دعوة الداعي
إذا دعانى فليستجيبوا لى وليؤمنوا بى لعلهم يرشدون (البقرة :١٧٦)
Kata “yarsudun” adalah clue karakter keempat
yang selalu terbimbing dalam kebaikan. Al-mursyidun adalah karakter yang
tak akan mudah terjebak jatuh dalam noda dosa kegelapan, tak akan pernah
tergelincir dalam dosa kata dan perkataan, orang yang selalu dalam bimbingan
dan pengawasan Seorang mursyid tak akan pernah lengah dan malas dalam
menebarkan kebaikan dan keharmonisan di setiap masa, waktu dan lingkungan
kehidupan.
Karakter al-mursyidin ini tak akan dapat diraih jika
tidak diawali dengan tiga pilar karakter utama yaitu karakter ketaqwaan,
keilmuan dan kesyukuran.
Saudaraku seiman yang
termuliakan.
Semua hal di atas, lagi-lagi muaranya adalah
ketakwaan.
Allah Swt. tegaskan:
كذلك يبين الله آياته للناس لعلهم يتقون
(البقرة:١٨٧)
Ketaqwaan paripurna setiap insan terletak dalam
kemampuannya mempertahankan keempat karakter yang disebut oleh Allah Swt dalam
Al-Quran.
Gelar ketaqwaan menjadi penanda sang
Insan telah menghadirkan semua elemen kehidupan dalam balutan keridhaan Allah Swt
yang maha memberi keberkahan. Gelar kehormatan dan penghargaan kemuliaan bagi
insan yang beriman di mana telah berhasil melewati etape demi etape kehidupan
yang sangat menggoyahkan dan menggiurkan. Hanya dengan memiliki karakter
ketaqwaan, karakter keilmuan, kesyukuran, keterbimbingan dan kekuatan sempurna
ketaqwaan sajalah yang akan mampu menghadapi kehidupan akhir zaman yang sering menghanyutkan
dan menggelincirkan.
Allahu Akbar Walillahilhamd
Jamaah rahimakumullah, momentum lebaran ini
adalah awal mendeteksi apakah pendidikan selama 1 bulan menuai hasil apa tidak.
Jika kita istiqamah dengan tradisi ibadah dan kebaikan untuk 11 bulan ke depan,
maka yakinlah puasa kita terindikasi diterima. Tapi jika setelah bulan Ramadhan
selesai, kok kita kembali seperti semula, dipastikan pendidikannya mendapti
kegagalan alias belum lulus.
Kita sempurnakan puasa ramadlan kita pada hari raya
Idul fitri ini dengan menumbuhkan semangat saling memaafkan, saling
mengingatkan, saling berbagi kebahagiaan, saling merefleksikan segala sesuatu
yang terlewatkan untuk terus kita perbaiki dan tingkatkan..
Akhirnya mari kita berdoa kepada Allah yang maha
Rahman agar kita semua menjadi hamba Allah yang sempurna keimanan, sempurna
ketaqwaan, sempurna keilmuan, dan kebahagiaan, bahagia keduniawian dan
keukhrawian. Amin Allahumma Amiin.
تقبل الله منا ومنكم وصيامنا و صيامكم
وجعلنا الله وإياكم من العائدين
الفائزين المقبولين
بارك الله لى ولكم فى القرآن الكريم ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر
الحكيم وتقبل منى و منكم تلاوته أنه هو السميع العليم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar